Jelang datangnya bulan Ramadhan, aku menyempatkan diri pulang ke kampung halaman. Tak jauh memang. Saya bekerja dan tinggal dengan anak-istri di Jakarta Selatan. Sementara orang tua menetap di tangerang yang menjadi kampung halaman masa kecilku dulu.
Kota Tangerang memang tidak seramai atau sepadat Jakarta, mungkin belum. Namun, menjelang datangnya Ramadhan, ada tradisi yang ramai dan sayang untuk kulewatkan yakni ‘Keramas Bareng’ di Sungai Cisadane.
Biasanya, tradisi ‘Keramas Bareng’ ini dilakukan warga satu hari menjelang Ramadhan. Ratusan warga yang datang ke tepi sungai Cisadane untuk mengikuti tradisi ‘Keramas Bareng’ sebagian besar merupakan warga Kelurahan Babakan. Mereka yang mengikuti tradisi ‘Keramas Bareng’ ini pun terdiri dari anak-anak hingga orang tua.
Sungai Cisadane yang sangat lebar dan panjang ini dinilai masih terlihat bersih meski mulai terlihat sejumlah sampah yang mengambang di atasnya. Tentu jauh berbeda antara Sungai Cisadane dahulu dan sekarang.
Walaupun begitu, warga yang datang mengikuti ‘Keramas Bareng’ sama sekali tidak takut jika terserang diare atau penyakit kulit seperti, kudis, kurap, atau gatal-gatal. Mereka yakin jika tradisi ‘Keramas Bareng’ ini merupakan tradisi mensucikan diri untuk siap menjalankan puasa.
Sebelumnya, ratusan warga yang ikut tradisi ‘Keramas Bareng’ menggunakan merang padi sebagai shampo. Namun, seiring berjalannya waktu, merang padi kian sulit ditemukan. Pada akhirnya, warga menggunakan shampo kemasan yang diperjual-belikan untuk keramas.
Tradisi tahunan ini memang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun. Hingga tahun ini, jumlah warga yang antusias mengikuti tradisi ‘Keramas Bareng’ masih terlihat banyak sekali. Warga yang menyaksikan di pinggir kali pun terus bertambah. Tak jarang para pengendara yang melintasi lokasi berhenti untuk menyaksikan ramainya tradisi ‘Keramas Bareng’.
0 Komentar untuk "Jaga Sungai Cisadane! Agar Tradisi Itu Terjaga"